FELIX
Felix melakukan penelitiannya yang merupakan bagian dari Proyek Kiel, dan sebagai pelengkap untuk kajian yang dilakukan oleh Wode. Dia mengkaji pemerolehan bahasa Jerman secara spontanitas oleh empat orang anak yang berbahasa Inggris selama lima, sepuluh, dan (untuk dua subjek) delapan bulan. Salah satu dari mereka baru saja tiba di Jerman, sementara yang duanya lagi sudah pernah tinggal di Jerman selama tiga bulan dan yang satunya selama sembilan bulan di Jerman saat pendidikan dimulai. Usia mereka pada awalnya bervariasi dari 3;4 (= tiga tahun, empat bulan) sampai 7;6. Setiap anak diamati dua kali atau tiga kali seminggu dalam jangka waktu yang cukup lama untuk memungkinkan rekaman setidaknya satu jam ujaran secara spontan dalam interaksi sosial. Yang menjadi pokok kajian yakni susunan kata, kata tanya, dan negasi. Survei singkat mengenai negasi dibawah ini didasarkan pada kajian yang dilakukan oleh Felix (1982, hal 20-33), dimana kutipan dan contoh-contoh diperoleh.
Felix membedakan atas tiga tahap. Serta pembedaan lainnya.
I-(F): Negasi holofrastik
Istilah ini mengacu pada respon dengan nein ('no'). Respon ini terjadi bukan hanya ketika beberapa pernyataan atau pertanyaan bertentangan, tetapi juga untuk mengkomunikasikan kurangnya pemahaman.
H-(F): Negasi eksternal klausa neg + X
Sama seperti Wode, Felix membedakan antara negasi anaforis dan non-anaforis; dalam kasus yang pertama X berkorelasi positif, dan untuk yang kedua X ditolak. Kedua kasus tersebut dilakukan dengan nein. Pada contoh berikut ini ‘I’ berarti pewawancara (interviewer), ‘L untuk pelajar (learner) (Felix, 1978, h. hal 241).
29. I: Das ist ja kaputt (That’s broken)
L: Nein kaputt (No broken)
I: So. Wir gehen jetzt nach House (Well, now we go home)
L: Nein Hause (No home)
30. I: Soll ich helfen? (May I help?)
L: nein helfen (No help)
31. I: Komm, wir spielen ein bibchen mit Sambo
(Come, let’s play a little with Sambo (the cat))
L: Nein Sambo (No Sambo)
Secara terus menerus negasi ditempatkan di akhir:
32. I: Darf ich alle essen?
L: Du nein, ich ja
Menanggapi Wode, Felix menyatakan bahwa negasi 'non-anaforis' cenderung mendahului, atau seiring dengan negasi anaforis.
III-(F): Negasi internal klausa (X + neg + Y)
Karakterisasi yang dilakukan oleh Felix pada tahap ini tidak seluruhnya sama. Dalam Felix (1982, h. 76), ia mengatakan: ‘sampai saat ini morfem negasi selalu muncul pada awal klausa. Tahap-tahap perkembangan berikutnya ditandai dengan embedding, dari titik tersebut dan seterusnya, dari morfem negasi dalam klausa. Dengan demikian struktur neg + X digantikan oleh struktur X + neg + Y. Dua dari contoh-contoh ini yakni:
33. Ich nein essen
34. Ich nein Schlafen
Struktur ini agaknya bertentangan dalam hubungannya dengan struktur yang disebutkan sebelumnya. Dalam Felix (1978, hal. 346) ia menyatakan (terjemahan kami): "Penting sekali bahwa bentuk struktur ini kira-kira bertepatan dengan nein non-anaforis pada posisi awal atau akhir. Selama jangka waktu sekitar enam minggu kedua jenis struktur tersebut digunakan oleh David. Kronologis yang kebetuluan ini menunjukkan kesimpulannya bahwa kasus dengan dua struktur ini mungkin tidak merupakan salah satu dari dua tahap akuisisi secara berturut-turut. Felix terus berargumen dengan sangat meyakinkan bahwa neg + X (atau X + neg) hanyalah sebuah kasus perbatasan X + neg + Y, yaitu dimana baik subjek atau VP hilang; ketiga kasus tersebut jerjadi secara bersamaan. Dia kemudian mengatakan; "Dari hubungan kronologis dan struktural kemudian terjadi kebutuhan untuk menjelaskan negasi internal dan eksternal klausa dengan nein dalam kerangka umum, daripada ... sebagai dua tahap akuisisi yang berbeda secara berturut-turut dalam kompleksitas struktur mereka. Kita mungkin bertanya-tanya mengapa Felix meninggalkan analisis masuk akal ini yang mana mendukung dua tahap secara berturut-turut (diberikan di sini sebagai II (F) dan III (F) - mungkin karena urutan yang seperti itu telah dibuktikan dalam data Wode, dan dengan demikian hal tersebut dipertimbangkan oleh Felix.
Langkah yang cukup berbeda selanjutnya dibuat antara nein dengan nicht (’not’); yang muncul pada posisi awal dalam beberapa varian fonetis. Pada saat yang sama, perbedaan yang signifikan pada posisi neg dapat diamati: dimana muncul setelah kata kerja bantu, kata kerja modal, atau kopula, tapi sebelum verba penuh. Beberapa contoh diberikan pada (35-6).
35. Das ist nicht kindergarten (This is not kindergarten)
Das ist nicht kaputt (This is not broken)
I: Spring mal runter (Just hop dawn)
L: Ich kann nicht (I nannot)
I: Komm wir spielen weiter (Let’s go on playing)
L: Nein, ich will nicht mehr (No, I don’t want any more)
36. Nein, du nicht kommt (No, you not comes)
Ich nicht essen mehr (I not eat any more-infinitive)
Julie nicht spielt mit (Julie doesn’t play with us-oder
of neg and V reversed)
I: Die puppe mub im Schrank bleiben (The doll has to
Stay in the wardrobe
L: Die nicht bleib hier (She doesn’t stay here-order
reversed
Langkah selanjutnya neg mulai mengikuti verba penuh juga, tetapi ada sesekali overgeneralisasi aturan yang surut secara bertahap. Menakjubkan sekali waktu yang diambil masa transisi ini: waktu yang lama, nicht dapat muncul sebelum maupun setelah verba penuh. Tidak berarti bahwa para pelajar mencerna aturan-aturan tersebut secara tiba-tiba; struktur yang tepat diperoleh lewat perubahan secara bertahap dengan adanya tekanan.
Sebelum kita lanjut untuk mengevaluasi kajian yang dibahas sejauh ini, kita perlu melihat hal yang keempat, menyangkut perolehan siswa Swedia, dalam hal perubahan.
HYLTENSTAM
Kami telah memilih karya Hyltenstam diantara kajian lain yang membahasa akusisi negasi karena bersifat komplementer, dalam hal prosedur, kajian yang dikutip: tidak secara longitudinal tetapi antar-bagian. Hyltenstam (1977, 1978) menguji 160 pelajar Swedia (penutur 35 bahasa yang berbeda) dua kali, dengan interval waktu lima minggu. Empat ’pola khas’ yang muncul dari materi dapat diartikan sebagai tahap perkembangan. Faktor yang penting yakni posis inte (’not’) pada klausa utama dan subordinat dengan dan tampa kata kerja modal. Posisi neg dalam bahasa Swedia sesuai dengan nicht dalam bahasa Jerman, kecuali bahwa pada klausa bawahan kata kerja modal ada sebelum kata kerja penuh, dan inte ditempatkan di depan kata kerja modal.
I-(H): Pre-V
Para pelajar dalam kategori ini menempatkan inte, jenis klausa lepas, pada posisi pra-verbal; menghasilkan dua struktur yang benar dan dua yang salah:
37. *Han inte kommer (He doesn’t come-reserved order)
Att han inte kommer (That he doesn’t come)
Han kan inte komma (He cannot come)
*Att han kan inte komma (That he cannot come-reversed-
Order
II-(H): Post-V, post-Mod
Dalam klausa dengan kata kerja penuh, para pelajar menempatkan neg setelah verba; dalam hal modal dan kata kerja penuh, ia menempatkan neg setelah modal dan sebelum kata kerja penuh. Aturan diamati terlepas dari jenis klausa. Kembali lagi, dua struktur benar dan dua hasil struktur salah:
38. Han kommer inte
*Att han kommer inte
Han kan inte komma
*Att han kan inte komma
III-(H): Post-V dengan dengan verba penuh dalam klausa utama, dinyatakan dengan pre-V
Pada tahap ini para pelajar tidak hanya membedakan antara kata kerja modal dan kara kerja penuh tapi juga klausa utama dan klausa bawahan:
39. Han kommer inte
Att han inte kommer
Han kan inte komma
*Att han kan inte komma
IV-(H): seperti Target
Pada klausa utama inte ada setelah, pada klausa bawahan sebelum, unsur kata kerja:
40. Han kommer inte
Han kan inte kommer
Att han inte kommer
Att han inte kan kommer
Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, para pelajar tetap konsisten; dalam setiap jenis frekuensi kejadian untuk posisi tertentu yang telah dicatat. Hyltenstam mencoba menjelaskan variasi ini dengan menerapkan aturan variabel Labov (Labov, 1972). Masing-masing transisi diartikan oleh dia sebagai penyerderhanaan atau overgeneralisasi.
Analisis yang agak berbeda juga telah diusulkan oleh Jordens (1980), yang menggambarkan perbedaan antara kata kerja penuh tentu dan tak tentu, seperti dijelaskan pada bagian 6.2.1 dalam buku ini. Sekarang kita akan mencoba menemukan prinsip umum untuk semua bentuk akusisi negasi yang dijelaskan di atas. Yang menjadi titik tolak yakni pembahasan kita pada bagian 6.2.2.
PERKEMBANGAN NEGASI: KESIMPULAN
Sebagai pendahuluan, mari secara singkat kita ingat aturan untuk F dan INF yang diuraikan di akhir bagian 6.2.1 untuk dua bahasa target (bahasa Jerman dan bahasa Inggris). Unsur-unsur yang penting yakni: perbedaan menyolok antara F dan INF (unsur finit dan ’infinitif’); fiksasi INF pada posisinya dan dan posisi variabel F pada klausa yang berbeda, dan pada gabungan F + INF, posisi F menentukan. Perbedaan antara bahasa Jerman dan bahasa Inggris yakni bahwa dalam bahasa Inggris F dan INF hampir tidak pernah bergabung. Bahasa Swedia pada dasarnya sama seperti bahasa Jerman, kecuali bahwa – selama sesuai disini- dalam klausa bawahan F ditempatkan sebelum F bukan setelah INF (sama seperti dalam bahasa Belanda).
Aturan sederhana berikut dapat dirumuskan untuk negasi internal klausa dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Swedia:
41 Neg ada sebelum INF
Neg bisa berupa not, nicht, atau inte. Sekarang ada tiga kasus di mana peraturan ini tidak berlaku:
1. Jika F dan INF telah bergabung sehingga tidak ada sisa yang terakhir, posisi neg diragukan. Kita bisa mengatakan bahwa neg mengambil posisi would jika ada INF. Contoh berikut menggambarkan hal tersebut:
Pronoun F Neg INF (position)
er hat nicht angerufen
er rief nicht an
er ist nicht gekommen
er kam nicht (shifted)
hal yang sama juga terjadi dengan posisi F pada klausa bawahan dan kalimat tanya. Kita dapat menjelaskan semua ini dengan menyatakan: neg ada sebelum posisi INF.
2. Tidak setiap kalimat memiliki INF, yaitu verba infinitif dengan unsur-unsur infinitif lainnya. Di tempat INF, bisa terdapat kata benda atau kata sifat predikatif dengan bentuk-bentuk seperti sein (’to be’), werden (’to become’), atau bleiben (’to remain’), dll.:
Er ist doof (he is dull)
Er bleibt hier (he remains here)
Er wurde könig von Frankreich (he became King of France)
3. Kemungkinan terdapat kasus, setidaknya dalam bahasa Jerman, terdapat adverbial, dan kadang-kadang objek antara neg dan INF. Sebagai
contoh,
Er hat das Buch nicht gelesen (He has not read the book)
Kita akan mengatakan,
Er hat das Buch nicht auf den Tisch gelegt (He has not put the book on the table)
Er has nicht Klavier gespielt (He has not played the piano)
Sulit sekali membayangkan denominator umum untuk kasus-kasus ini. Kita mungkin menganggap bahwa unsur antara neg dan INF berkaitan erat dengan yang kedua. Memang, 'Klavier' ('piano') dalam contoh terakhir adalah semacam verba pelengkap yang terpisah (seperti radfahren atau, car-driving), tapi hal ini tidak berlaku untuk semua kasus. Baik hal ini atau beberapa masalah lain tidak bisa diselesaikan di sini, hal-hal tersebut merupakan masalah-masalah bagi penulis tata bahasa deskriptif Jerman dan para peneliti bahasa kedua.
Namun demikian, karena begitu banyak kasus maka aturan berikut tampaknya berlaku:
42 Masukkan neg sebelum posisi INF
Perhatikan bahwa urutan internal INF serta posisi F menunjukan variasi dalam tiga bahasa.
Pelajar telah dapat menguasai negasi dalam bahasa target (dengan beberapa pengecualian) jika ia menuruti aturan (42). Tapi bagaimana dia bisa sejauh itu? Pada umumnya menurut aturannya.
Langkah 1: Selama pelajar hanya memiliki bentuk infinitif, ia tidak akan mengalami kegagalan.
Langkah 2: Pada saat ia telah menemukan unsur finit, pelajar pertama-tama akan menghadapi kesulitan di mana INF benar-benar tergabung dengan F. Dia mungkin akan merasa ragu-ragu untuk menempatkan neg apaka sebelum INF (dan karenanya sebelum F-INF ), atau sebelum posisi INF. Dia mungkin hanya akan memiliki sedikit kesulitan jika kasus-kasus dimana unsur finit merupakan verba modal atau verba bantu, karena ada unsur INF tertingal (kecuali di mana hal itu diabaikan atas dasar konteks elipsis). Setelah beberapa saat, bagaimanapun juga, dia terikat untuk mewujudkan peran posisi INF dan ketidakrelevan pergeseran dalam isi leksikal terhadap posisi F.
Kedua langkah tersebut memberikan garis besar seluruh perkembangan negasi klausul-internal. Jelas mereka tidak mengatakan apa-apa tentang 'berbagai negasi' khusus, atau tentang bentuk istilah negasi (no, not, none, dll), tetapi yang terakhir tidak akan sulit untuk digambarkan.
Pada pokok ini jelas bahwa mengapa kita memilih untuk menempatkan banyak penekanan pada pembicaraan akuisisi unsur finit pada tempat pertama. Penguasaan negasi klausa internal merupakan fenomene akusisi unsur finit dan posisi aturannya relatif dengan unsur infinitif.
Sebelum mengakhiri masalah ini, kita perlu kembali sejenak pada susunan ucapan-ucapan dalam varietas dasar pelajar, seperti dibahas dalam bagian 6.1. Dinyatakan bahwa dengan tidak adanya penyususnan perangkat utama (seperti kelas kata dan infleksi) pelajar cenderung menyusun ujarannya berdasarkan prinsip-prinsip ’pragmatik’. Prinsip-prinsip serupa juga beroperasi dalam bahasa target, tetapi hanya dalam interaksi dengan aturan sintaks yang sesuai. Pada varietas pembelajar dasar suatu ucapan terdiri dari setting, yang menetapkan tema dan kemungkinan menentukan waktu dan tempat, dan focus sebagai pernyataan yang tepat (predikasi). Ketika yang kedua harus dinegasikan, pelajar (awal) menempatkan negasi sebelum focus. Setting dapat dapat dihilangkan, yang merupakan kasus yang sering dalam pernyataan-pernyataan non-negasi, cth. Felix (1978) memperoleh dengan benar! Penataan murni pragmatis dari ujaran yang paling sederhana memiliki pasangannya dalam bahasa sasaran; fokus ada pada bagian akhir, kecuali penutur menggunakan perngkat intonasi. Paling tidak dalam bahasa Inggris ada kesesuaiannya: neg diikuti oleh apa yang dimaksudkan dengan penyangkalan, yaitu fokus. Faktor yang mengganggu yakni temuan bahwa tidak semua unsur yang muncul setelah neg harus dimiliki oleh fokus. Dalam bahasa Jerman hal ini menjadi lebih rumit sejauh bagian dari fokus dapat mendahului neg. Bahasa telah menciptakan kemungkinan yang tidak dapat diakomodasi dalam hal apa yang kita lihat sebagai standar aturan ’pragmatis’.
· KESIMPULAN
1. Saat benar-benar memahami prinsip-prinsip yang menuntun pelajar menyusun ucapan-ucapan, kita telah mampu membentuk gagasan tertentu tentang proses ini.
2. Semakin pelajar tahu, semakin besar kemungkinan dia membuat kesalahan. Dengan kata lain, berhasilnya pelajar mengembangkan ucapan-ucapan sederhana berdasarkan analisis awalnya akan masukan tidak mungkin mengikuti aturan bahasa target karena kurangnya perangkat (sintaksis). Para pelajar pemula cenderung mengandalkan prinsip-prinsip umum tertentu yang tidak ada hubungannya dengan bahasa tertentu, bahasa pertamanya, misalnya. Dengan demikian kita dituntun pada kesimpulan bahwa, sampai batas tertentu setidaknya, pelajar lebih cenderung untuk membuat kesalahan akibat pengetahuan bahasa petamanya maka semakin dia tahu tentang bahasa kedua.
3. Mungkin tidak ada manfaat tertentu terjadi dari mengeksplorasi perkembangan struktur yang mudah dapat dinilai (misalnya, negasi) selama tidak ada bukti yang meyakinkan tentang bagaimana struktur yang diberikan befungsi dalam bahasa target, dan juga dalam bahasa pertama. Dari analisis kami akan tampak bahwa perkembangan klausa internal negasi, beberapa diantaranya telah dibahas dalam bab ini. Akan tetapi apa yang ditunjukkannya adalah terbatasnya pengetahuan kita akan struktur ujaran dalam bahasa-bahasa yang sudah berkembang.
4. Poin terakhir yang perlu dibuat yakni: pengetahuan kita yang terbatas mengenai struktur dan fungsi ujaran pada bahasa-bahasa yang benar-benar telah berkembang juga nerupakan hanbatan utama terhadap masalah sintesis, masalah yang akan nampak jelas saat kita menelusuri masalah pada bab selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar